Tugas Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, kelengkapannya silahkan kunjungi blog kami eptmfkmunsri.blogspot.com/
Desri Purwanti (10111001025) Dian Febrianty (10111001026)
Emilia Dwi Sepdaleni(10111001005) Ria Puspita Sari (10111001019)
Risma Oktaria (10111001045) Selly Francilia (10111001020)
Twitter : @desryholil
Facebook : Desry Purwanti Holil
Pendahuluan
Kanker endometrium adalah kanker
ginekologi yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat. Kanker ini merupakan
46 % dari semua kanker ginekologi dan 11% dari semua kanker pada wanita. Kanker
endometrium memiliki gambaran ASR yang khas yaitu meningkat dengan tajam dalam
usia promenopause dengan puncaknya pada usia 65-75 tahun yang jumlahnya kurang
lebih 110 kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun.[1]
Kanker
endometrium utamanya merupakan penyakit wanita-wanita kaya/makmur, kegemukan,
dan pascamenopause dengan paritas rendah. Meskipun dapat diderita oleh wanita
berusia lebih muda yang ditemukan hanya 1,2-8,4%. Jepang dan negara-negara
berkembang mempunyai insiden 4-5 kali lebih rendah dari negara-negara industri
barat. [1]
Diperkirakan
bahwa 46.470 wanita Amerika akan didiagnosis dengan penyakit ini pada tahun
2011, terhitung 6% dari kanker baru cases. Dengan kata lain, seorang wanita
yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 2011 memiliki risiko seumur hidup dari
1 dalam 39 mengembangkan endometrium cancer. seluruh dunia, diperkirakan bahwa
lebih dari 287.000 perempuan akan didiagnosis dengan penyakit pada 2011.[5]
Jika dilihat secara epidemiologi deskriftif, di Indonesia
belum ada data jumlah kasus kanker endometrium. Di RSCM Jakarta, ditemukan 72
kasus baru sepanjang tahun 1993-2004 dengan kecendrungan penderita lebih muda.
Dan dijumpai 63,9% penderita yang berusia >50 tahun.[1]
Tahun
2005, kanker endometrium uterus telah mengalami peningkatan angka kejadian di
Imdonesia, sebagian karena penderita hidup lebih dan pelaporan lebih akurat.
sekitar 32.000 kasus diperkirakan akan terjadi setiap tahunnya dengan 5900
kematian. sepertiga wanita dengan perdarahan pascamenopause mempunyai kanker
uterus. usia rata-rata adalah 61, dan
kebanyakan pasien setidaknya berusia 55 tahun.[6]
Di Indonesia sendiri, kanker endometrium masih
belum akrab di masyarakat. Jenis kanker yang
popular di kalangan wanita adalah kanker payudara, kanker serviks, atau kanker rahim. Meskipun
kemungkinan mortalitas atau angka kematian dari penderita lebih kecil
dibandingkan kanker yang lain, bukan berarti kanker endometrium tidak
berbahaya. [3]
Bila angka kematian kanker serviks turun
lebih dari 50% karena kemajuan skrining dan
deteksi dini, maka kejadian kanker endometrium merupakan merupakan
urutan kedua dalam keganasan ginekologi. Pengidap kanker endometrium setiap
tahunnya terus mengalami kenaikan. [5]
Definisi Kanker
Endometrium
Kanker endometrium adalah tumor ganas yang
berasal dari lapisan dinding rahim yang disebut endometrium. Kadang-kadang
disebut sebagai kanker rahim atau kanker uterus.[2] Kanker
ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan
seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini.
Walaupun pada umumnya yang terserang wanita yang sudah tua.[3]
Setiap bulan, endometrium berubah sebagai bagian dari
siklus menstruasi. Pada awal siklus, indung telur/ovarium mengeluarkan hormon
estrogen yang menyebabkan penebalan endometrium. Pada pertengahan siklus,
indung telur berhenti mengeluarkan estrogen dan mulai memproduksi hormon lain,
yaitu progesteron. Progesteron mempersiapkan bagian dalam endometrium untuk
mempertahankan embrio sehingga terjadi kehamilan. Jika proses penempelan embrio
tidak terjadi, maka kadar progesteron akan menurun drastis. Bagian dalam
endometrium inilah yang luruh menjadi darah menstruasi. Kanker dinding rahim
terjadi ketika sel-sel dinding rahim mengalami perubahan dan mulai tumbuh tidak
terkontrol ketika sel-sel tersebut tumbuh dan bertambah banyak, maka
terbentuklah benjolan yang disebut tumor.[4]
Tapi bisa saja, karena tumbuhnya jaringan
endometrium di luar rahim yang kemungkinan disebabkan oleh darah menstruasi masuk
kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim sehingga
jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kemungkinan lain adalah
jaringan endometrium terbawa ke luar rahim melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening.[3]
Kanker
endometrium dalam perjalanan etiologinya di dahului oleh proses prakanker yaitu
hiperplasia endometrium. Hiperlasia endometrium yang atipik merupakan lesi prakanker
dari kanker endometrium, sedangkan hiperlasia yang nonapitik saat ini dianggap
bukan merupakan lesi prakanker endometrium. Etiologi kanker endometrium masih belum jelas. Salah satu
faktornya adalah hormon estrogen. Kanker endometrium yang berhubungan dengan
hormonal atau yang disebut “hormonal
dependent” adalah kanker endometrium jenis endometrioid. Sementara itu,
kanker endometrium yang tidak dipengaruhi faktor hormonal dikelompokkan sebagai
kanker endometrium yang non-endometrioid. Kanker endometrium yang
non-endometrioid umumnya lebih ganas
dibandingkan dengan yang jenis endometrioid.[1]
Penelitian
Wanita
yang lebih tua ketika dia melahirkan
memiliki risiko semakin rendah
terkena kanker endometrium. Sebuah
laporan studi terbaru yaitu sebuah
tim besar para peneliti,
yang dipimpin oleh V. Wendy Setiawan, asisten
profesor kedokteran pencegahan
di University of Southern California, data yang diperoleh dari 17 studi yang mencakup 8.671
kasus kanker endometrium dan 16.562 kontrol. Setelah
disesuaikan untuk resiko yang diketahui, para peneliti menemukan bahwa wanita yang
memiliki bayi terakhir mereka
setelah usia 40 memiliki
risiko berkurang 44 persen dari kanker endometrium, dibandingkan dengan wanita yang memiliki bayi mereka sebelum usia 25 tahun. [4]
Untuk
memeriksa dan membandingkan ekspresi telomerase pada adenokarsinoma endometrioid dan endometrium
normal menggunakan pewarnaan
imunohistokimia. Dalam penelitian
ini menggunakan pewarnaan
imunohistokimia, ekspresi telomerase
secara signifikan berbeda antara adenokarsinoma endometrioid dan endometrium normal. Sebelas sampel kanker endometrioid
dan sepuluh sampel endometrium normal diperoleh
dari spesimen histerektomi.
Sampel blok parafin
semua menjalani pewarnaan
imunohistokimia. Ekspresi telomerase mencetak secara
semikuantitatif. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dan uji Fisher. Sehingga dihasilkan bahwa telomerase
ekspresi dalam adenokarsinoma
endometrioid lebih tinggi daripada
di endometrium normal. Ekspresi telomerase yang
lemah memiliki 11,2 kali (1,04-120,36, CI
95%, p = 0,037), dan ekspresi telomerase
moderat adalah 35,0
kali (1,74-703,0, IK95%, p = 0,016) hubungan yang
lebih tinggi untuk kanker endometrioid,
dibandingkan dengan ekspresi telomerase negatif . kesimpulannyaa adalah ekspresi
Telomerase memiliki peran potensial untuk digunakan sebagai alat prediksi apakah
sel endometrium yang
normal memiliki kecenderungan untuk menjadi kanker endometrioid.[12]
Pada saat ini
terapi alternatif yang lebih sering digunakan untuk sindrom ovarium polikistik
adalah dengan senyawa sensitisasi insulin yaitu metformin dan troglitazon.
Dengan terapi ini diharapkan sensitifitas tubuh terhadap insulin meningkat,
sehingga dapat memperbaiki kelainan hormonal yang berhubungan dengan sindrom
ini. Selain itujuga dapat menurunkan berat badan dengan cara memperbaiki
metabolisme gula di perifer, meningkatkan penggunaan glukosa oleh usus dan
menekan oksidasi asam lemak.[13] Pada percobaan, diberikan metformin
dan plasebo selama 4 sampai8 minggu pada pasien sindrom ovarium polikistik
dengan obesitas dan hiperinsulinemia. Pada 2 bulan pertama pemakaian metformin,
pemulihan sudah terlihat jelas. Didapatkan penurunan sekresi insulin pada
pasien yang menggunakan metformin. Konsentrasi testosteron bebas menurun
sebagai akibat berkurangnya produksi testosteron dan
meningkatnya SHBG.[14]
Faktor
Risiko Kanker Rahim
Beberapa faktor risiko dari kanker
rahim yaitu:
1.
Obesitas
Kadar
estrogen dalam darah wanita yang obesitas lebih tinggi sehingga meningkatkan
risiko kanker dinding rahim.[1]
2. Diet
Tinggi Lemak
Individu-individu
yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani cenderung lebih gemuk dibandingkan
mereka yang menkonsumsi daging dalam jumlah yang lebih rendah. .[1]
3. Sekresi
Estrogen Endogen yang Unopposed
Stimulasi
estrogen endogen yang tidak terlawan (unopposed) dapat dikaitkan dengan sel
struma ovarium yang mensekresi estrogen.[1]
4. Pemakaian Estrogen
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan
risiko kanker endometrium pada wanita-wanita yang menggunakan terapi pengganti
estrogen untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan risiko berkisar antara 2-15,
tetapi menurun dengan pemberhentian penggunaan terapi pengganti estrogen.[1]
5. Peristiwa
Ginekologis dan Obstetrik
Wanita-wanita
yang tidak pernah melahikan dua kali lipat lebih memungkinkan untuk menderita
kanker endometrium dibandingkan dengan wanita yang pernah melahirkan anak. Kadar progesteron yang
tinggi saat kehamilan dapat memberikan efek protektif.[1]
Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi
peningkatan resiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya kanker endometrium.[7]
6. Diabetes
Hiperinsulinemia
merupakan suatu keadaan hiperestrogen termasuk penigkatan steroid.[1]
7. Radiasi
Radiasi pelvis untuk
kondisi-kondisi jinak atau maligna juga berhubungan dengan peningkatan insidens
kanker endometrium.[1]
8. Merokok
Nikotin
yang terdapat di dalam rokok dapat merangsang dan bereaksi dengan selaput
lendir sel-sel tubuh, salah satunya sel-sel pada rahim ynag dapat meningkatkan
risiko kanker rahim.[8]
9.
Melahirkan di Usia Muda
Riset di Keck School of Medicine, (USC)
mengindikasikan, perempuan yang melahirkan di bawah usia 25 tahun memiliki
risiko besar mengidap kanker endometrium. Sebaliknya, perempuan yang melahirkan
di atas usia 40 atau lebih mengalami penurunan risiko kanker endometrium
sebesar 44 %.[10]
10. Tamoxifen
Wanita pengguna tamoxifen akan terjadi peningkatan resiko karsinoma endometrium
sebesar 2 - 3 kali.[9]
Faktor
lingkungan
Faktor lingkungan dan menu makanan juga
mempengaruhi angka kejadian keganasan endometrium lebih tinggi daripada di
ngara-negara yang sedang berkembang.[6]
Pencegahan
Kanker Rahim/Endometrium
Pencegahan
Primer
·
Promosi Kesehatan
-
Sosialisasi kesehatan
mengenai kanker rahim
-
Program kesehatan
masyarakat
-
Konsultasi genetik
-
Penyediaan sanitasi
yang baik
-
Pengendalian faktor
lingkungan
-
Menerapkan pola hidup
sehat[8]
·
Pencegahan Khusus
-
Hindari merokok
-
Pengunaan kontrasepsi
oral kombinasi
-
Melakukan aktivitas
fisik
-
Mengontrol obesitas dan
diabetes
-
Konsumsi buah dan sayur
-
Hindari alkohol
-
Tidak berganti-ganti pasangan
sex[1]
Pencegahan
Sekunder
·
Diagnosis awal dan
Pengobatan Tepat
-
Tes laboratorium
-
Tes radiologi
-
Tes diagnosis
-
Pemberian obat ynag
rasionla dan efektif[10]
·
Pembatasan kecacatan
-
Radioterapi
-
Terapi hormon atau
kemotrapi
-
Tindakan operasi[7]
Pencegahan
Tersier
Melalui
rehabilitas
·
Pemulihan trauma
setelah melakukan operasi
·
Selalu meberikan
support
·
Melakukan konultai
secara berkala kepada pihak medis dan psikolog terkait dengan kondisi penderita
secara fisik maupun psikologis pasca operasi.[8]
Kesimpulan:
Kanker
Endometrium terjadi pada organ endometrium atau pada dinding rahim yang
berbentuk seperti buah pir sebagai tempat tertanam dan berkembangnya janin.[11]
Dapat terjadi ketika sel-sel dinding rahim mengalami perubahan dan mulai tumbuh
tidak terkontrol dimana sel-sel tersebut tumbuh dan bertambah banyak, kemudian
membentuk benjolan yang disebut tumor. Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan
seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini.[10]
Daftar Pustaka
[1] Rasjidi, Imam. 2010. Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta:
Sagung Seto.
[3]id, Bugar web. 2011. Kanker Endomertium, (online),
[4]Guide,
Health. 2007. Endometrial Cancer,
(online)
[5]Holman, L, Lu, K, Glob. libr. women's med., (ISSN: 1756-2228) 2012; DOI 10.3843/GLOWM.10236. 2012. The Epidemiology of
Endometrial Cancer, (online), (http://www.glowm.com/section_view/item/236, diakses 2 Maret 2013)
[6] Mikail, Bramirus. 26 Juli 2012. Bahaya Melahirkan di Usia Muda. (online)
[8]Uterine Cancer.
2012. America: National Foundation of Cancer Research,
[9]Kanker endometrium. Gejala kanker endometrium. , (online)
[10]Whoellan.
2009. Kanker Endometrium. (online),
(kankerendometrium.http://dokter-herbal.com/kanker-endometrium.html,
diakses 19 maret 2013)
[11]UniversitasRespatiYogyakarta.
2011. Kanker
Endometrium, (online),
[12]IndonesianJournalofObstetricsandGynecology.
2011. Comparison of
Telomerase
[13] Muharam R, Benarto J, Kadarusman Y, HestiantoroA, Jacoeb TZ. Sindrom
ovarium polikistik: diagnosis dan penatalaksanaannya. Maj Obstet Ginekol
Indones 2000; 24: 219-23.
[14] Utiger RD. Insulin and the polycystic ovarian syndrome.
N Engl J Med 1996; 335: 657-8.