topbella

Sabtu, 21 April 2012

Aku Mahasiswa yang Menjanjikan


Berbicara tentang mahasiswa, hal pertama yang mungkin kita pertanyakan adalah “benarkah kita ini seorang mahasiswa?”. Akan tetapi sebelumnya pasti kita akan bertanya apakah mahasiswa itu?, sekarang kita simak pengertian mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi ( yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual. Dan yang tersebut diatas merupakan pengertian mahasiswa secara umum, tentu saja pasti kita sendiri tahu secara pasti arti dari mahasiswa itu sendiri. Sesungguhnya betapa naifnya kita apabila tidak mengenal diri kita sendiri.

Setelah mengetahui pengertian mahasiswa muncul beberapa pertanyaan lagi dalam benak kita apakah fungsi mahasiswa itu, apakah mahasiswa itu memiliki fungsi dan peran atau hanya sekedar sebagai calon-calon intelektual yang dididik oleh perguruan tinggi?. Dan nyatanya mahasiswa memang memiliki 3 fungsi kompleks yaitu :
(-) agent of change (agen perubahan)
(-) social control (kontrol sosial)
(-) iron stock


Coba kita flash back sesaat, pada zaman prakemerdekaan para kaum muda yang merupakan mahasiswa memiliki peran yang sangat penting dalam menyumbangkan pemikirannnya untuk mewarnai perjalanan bangsa, untuk menuju perubahan Indonesia yang merdeka dan memproklamirkan kemerdekaan. Karena mahasiswa bukan hanya menggendong tas yang berisi buku dan kemudian duduk di bangku sembari mendengarkan kuliah yang disampaikan dosen, lalu pulang dan menghapal mata kuliah untuk menghadapi ujian. Inilah yang kita sebut sebagai fungsi mahasiswa sebagai agent of change atau agen perubahan, pembawa perubahan sehingga sebagai genarasi penerus termasuk kita dapat merasakan nikmatnya Negara yang merdeka bebas dari penjajahan dan kebodohan.

Mahasiswa bukan hanya sekedar agen perubahan seperti tersebut di atas, mahasiswa juga menjadi social control untuk menutup adanya celah-celah kecurangan yang merugikan masyarakat dan rakyat Indonesia. Mahasiswa dalam fungsi ini dituntut sebagai teladan bagi masyarakat, berlandaskan dengan pengetahuan, tingkat pendidikan, pola fikir, dan aturan yang berlaku di lingkungan kita. Namun, kenyataannya berbeda dari yang diharapkan, mahasiswa cenderung hanya mendalami ilmu-ilmu teori di bangku perkuliahan dan hanya sedikit yang berhubungan langsung dengan masyarakat, kebanyakan mahasiswa hanya sebatas mengejar gelar akademis atau indeks prestasi (IP) teringgi dan mendapat predikat kelulusan cumlaude meskipun ada sebagian mahasiswa yang mulai berhubungan dengan masyarakat melalui program pengabdian masyarakat. Mahasiswa yang tidak peduli terhadap masyarakat mempunyai kerugian dalam penerapan ilmunya karena secara langsung mahasiswa yang tidak peduli akan menyianyiakan ilmu yang didapatnya, tentu saja itu bukan karakter mahasiswa seutuhnya karena mahasiswa adalah sosok yang kritis, logis, cepat tanggap, mau bekerja keras dan mempunyai nyali yang tinggi untuk menyampaikan kebenaran.

Yang terakhir untuk mengkomplekskan funsi mahasiswa yaitu sebagai iron stock berarti mahasiswa seorang calon pemimpin bangsa masa depan, menggantikan generasi yang telah ada dan melanjutkan rencana pembangunan dan perubahan. Untuk menjadi iron stock, tidak cukup mahasiswa hanya memupuk diri dengan ilmu spesifik saja. Perlu adanya keahlian lain yang harus dimiliki mahasiswa seperti kepemimpinan, kemampuan memposisiskan diri, dan interaksi yang baik dengan berbagai generasi. Sehingga, mahasiswa harus bergerak aktif, paling tidak dalam lingkup yang kecil. Misalnya, ikut serta dalam organisasi untuk melatih dasar kepemimpinan dalam berhubungan dalam masyarakat sebagai calon-calaon pemimpin dengan intelektual tinggi di masa depan.

Pertanyaan terakahir, sebagai seorang mahasiswa, apakah kita sudah memiliki itu semua ??

Jika kita belum memiliki semua fungsi dan peran kompleks mahasisw seperti di atas, mari kita bersama-sama hijrah menjadi karakter dan fungsi mahasiswa sesungguhnya untuk terlepas dari sifat malas, tidak mau bekerja keras, menghilangkan sifat pesimis sehingga kita memperoleh output uintuk layak menjadi seorang mahasiswa yang menjanjikan.
Read More..

Kamis, 19 April 2012

Biografi R.A. Kartini (Inspirator Wanita Indonesia)




Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Read More..